kata mutiara, kata bijak, kata motivasi, kata inspiratif, kata hikmah, ucapan selamat, tentang cinta dan kasih sayang, Artikel Dan Berita Islam: KISAH FADAK DAN FATIMAH AZ-ZAHRA 2Artikel dan Berita Islam

Pages

Rabu, 06 Februari 2013

KISAH FADAK DAN FATIMAH AZ-ZAHRA 2

Adapun mengenai ayat-ayat dalam Alquran yang mereka sampaikan, itu memang benar bahwa beberapa Nabi mewarisi Nabi yang lain akan tetapi mewarisi apa???. Karena harus kita fahami bahwa tidak semua kata waris dalam Alquran selalu dikonotasikan dengan harta, banyak ayat-ayat yang disitu disebutkan kata waris akan tetapi tidak ada kaitan sama sekali dengan masalah harta, seperti dalam ayat :

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ]
فاطر: 32[

“Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami” (QS Fathir : 32)

Dalam ayat ini dikatakan bahwa Allah mewariskan kitab kepada orang yang terpilih, padahal kitab bukanlah harta, begitu juga dengan ayat :


تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي نُورِثُ مِنْ عِبَادِنَا مَنْ كَانَ تَقِيًّا (63) [مريم : 63[

“ Itulah surga yang akan kami wariskan kepada hamba-hamba kami yang selalu bertakwa.” (Maryam : 63)
Rasulullah juga pernah bersabda :

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ )ابن ماجه

“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi” (HR Ibnu Majah)(4)

Dalam hadits ini Rasulullah mengatakan ulama sebagai pewaris nabi dan jelas bahwa ulama tidak mendapatkan sepeserpun dari harta Rasulullah, yang mereka dapatkan dari Beliau hanyalah ilmu.
Begitupula dengan ayat-ayat yang mereka sampaikan, meski di situ disebutkan mengenai waris akan tetapi yang dimaksud bukanlah warisan harta. Dalam ayat :

وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُودَ [النمل : 16[

“ Dan Sulaiman Telah mewarisi Daud” (QS An Naml : 16)

Para mufasirin mengatakan bahwa yang diwarisi dalam ayat ini bukanlah harta akan tetapi kenabian, ilmu dan kerajaan. Karena jika yang dimaksud adalah harta seharusnya bukan hanya Nabi Sulaiman yang disebutkan mewarisi Nabi Dawud, karena di samping Nabi Sulaiman, Nabi Dawud memiliki sembilan belas putra laki-laki. Kenapa mereka tidak disebutkan dalam ayat ini ?(5)

Dan inilah pula yang dimohon oleh Nabi Zakariya dalam doanya :

فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا (5) يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا [مريم : 5 ، 6[

“ Maka anugerahilah Aku dari sisi Engkau seorang putera (5) Yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai". ( QS Maryam : 5,6)

Yang dimaksud Nabi Zakariya adalah pewaris dalam kenabiannya dan kenabian leluhurnya yang berasal dari keturunan Ya`kub(6).

Apa yang diminta Sayidatuna Fatimah

Sebenarnya yang diminta oleh Sayidatuna Fatimah kepada Abu Bakar adalah hak pengelolaan Tanah Fadak yang sebelumnya berada di bawah pengawasan Rasulullah. Sayidatuna Fatimah ingin meneruskan jejak Ayahnya dalam mengelola tanah Fadak dan menyalurkan hasil tanah tersebut bagi kaum muslimin sebagaimana yang dilakukan Rasulullah semasa hidupnya. Begitu besar keinginan Sayidatuna Fatimah akan hal ini sehingga Beliau merasa sangat kecewa ketika Abu Bakar menolaknya.

Pendapat ini dikuatkan dengan apa yang dilakukan Sayidina Ali dengan tanah Fadak. Sayidina Ali mengelola tanah Fadak sebagaimana Abu Bakar mengelolanya setelah Sayidina Umar menyerahkan kepengurusan Tanah Fadak kepada beliau, Begitu juga ketika Sayidina Ali menjadi khalifah, beliau tidak memberikan tanah Fadak kepada putra-putra Sayidatuna Fatimah sebagai warisan Rasulullah, akan tetapi beliau mengelolanya untuk sedekah kaum muslim, begitulah juga yang dilakukan oleh Sayidina Hasan, Husain dan Ali zainal Abidin, mereka semuanya memperlakukan tanah tersebut sebagai sedekah Rasulullah, bukan untuk kepentingan pribadi, ini karena mereka mengerti bahwa yang dituntut Sayidatuna Fatimah adalah kepengurusan tanah Fadak untuk sedekah kaum muslim, bukan untuk kepentingan pribadinya(7).
Jika Sayidatuna Fatimah meminta Fadak hanya untuk kepentingan pribadinya sendiri, mengapa Sayidatuna Fatimah hanya meminta bagiannya dari tanah Fadak dan Khaibar dan tidak meminta peninggalan Rasulullah lainnya?.

Marahnya Fatimah

Setelah Abu Bakar menolak permintaannya, Sayidatuna Fatimah sebagaimana manusia biasa tentunya merasa kecewa, akan tetapi Dia tidak bisa berbuat apa-apa karena hujjah yang dikatakan Abu Bakar adalah perkataan Ayahnya sendiri, maka Ia meninggalkan Abu Bakar dan sejak saat itu beliau tidak pernah lagi berbicara dengan Abu Bakar hingga wafatnya, Inilah yang dikatakan sebagian perawi hadits dengan ungkapan :


فَغَضِبَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَهَجَرَتْ أَبَا بَكْرٍ فلم تَزَلْ مُهَاجِرَتَهُ حتى تُوُفِّيَتْ


“Maka Fatimah putri Rasulullah saw marah dan menjauhi Abu Bakar sampai wafatnya”
Sebenarnya tidak aneh jika Sayidatuna Fatimah tidak berbicara dengan Abu Bakar setelah peristiwa itu hingga wafatnya, yaitu ± 6 bulan setelah wafat rasulullah, Karena ajaran islam memang melarang wanita untuk berbicara dengan laki-laki yang bukan mahram kecuali jika ada hajat, dan jika selama enam bulan itu Sayidatuna Fatimah tidak memiliki hajat dengan Abu Bakar, dan Abu Bakar sibuk dengan urusan pemerintahannya, maka apa yang perlu dipermasalahkan.

Sedangkan mengenai hadits :


فَاطِمَةُ بِضْعَةٌ مِنِّي فَمَنْ أَغْضَبَهَا أَغْضَبَنِي البخاري

“Fatimah adalah bagian dariku, maka siapa saja yang membuatnya marah berarti telah membuat aku marah ” (HR Bukhari)

Dalam hadits ini Rasulullah ingin menunjukkan ketinggian derajat Sayidatuna Fatimah disisinya, ini bukan berarti bahwa semua bentuk kemarahan Sayidatuna Fatimah berarti juga kemarahan Rasulullah saw, karena Sayidatuna Fatimah adalah manusia biasa yang memiliki sifat kemanusiaan seperti manusia lainnya, diantaranya adalah marah, Rasulullah sendiri pernah marah. Marah yang dimaksud di sini adalah marah karena kedzoliman atau syariat. Sedangkan Abu Bakar jelas tidak mendzolimi Sayidatuna Fatimah, karena yang dilakukan Abu Bakar hanyalah sikap dalam mempertahankan syariat sesuai dengan ijtihad beliau yang diambil berdasar hadits yang didengar dari Rasulullah saw.

Apalagi telah datang sebuah riwayat yang menyatakan bahwa pada akhirnya, Sayidatuna Fatimah meridhai Sayidina Abu Bakar setelah Abu Bakar datang meminta keridhaannya :


عن الشعبي قال لما مرضت فاطمة رضي الله عنها أتاها أبو بكر الصديق رضي الله عنه فاستأذن عليها فقال علي رضي الله عنه يا فاطمة هذا أبو بكر يستأذن عليك فقالت أتحب أن آذن له قال نعم فأذنت له فدخل عليها يترضاها وقال والله ما تركت الدار والمال والأهل والعشيرة إلا ابتغاء مرضاة الله ومرضاة رسوله ومرضاتكم أهل البيت ثم ترضاها حتى رضيت هذا مرسل حسن بإسناد صحيح


Dari Sya`bi berkata, “Ketika Fatimah ra sakit, Abu Bakar ra mendatanginya kemudian meminta idzin untuk menemuinya, maka Ali ra berkata “Wahai Fatimah, ini Abu Bakar meminta idzin untuk menemuimu” Maka Fatimah ra berkata “Apakah kamu senang jika aku mengidzinkannya” Berkata Ali ra “ Iya” maka Fatimah pun mengijinkannya, kemudian Abu bakar menemui Fatimah untuk meminta keridhaannya dan berkata “ demi Allah aku tidak meninggalkan rumah, harta, istri dan harta kecuali untuk mengharapkan keridhaan Allah, Rasulnya dan keridhaan kalian wahai Ahlul bait, kemudian Abu Bakar meminta keridhaannya dan Fatimah pun meridhainya”

Adapun mengenai pemakaman Sayidatuna Fatimah yang dilakukan di malam hari, ini memang keinginan sayidatuna Fatimah sendiri karena Beliau adalah wanita yang sangat menjaga diri sehingga tak ingin jasadnya dilihat oleh banyak orang. Sedangkan mengenai katidak hadiran Abu Bakar dalam pemakaman ini bukanlah merupakan hal aneh mungkin saja beliau memang tidak tahu mengenai wafatnya Sayidatuna Fatimah, sedangkan Sayidina Ali menganggap bahwa Sayidina Abu Bakar sudah mengetahuinya (8).

Jika kita renungkan, sebenarnya kejadian ini merupakan cobaan bagi kita semua dalam menghormati sahabat, Allah menguji rasa hormat kita kepada sahabat dengan peristiwa ini, mereka yang memandang dengan hati yang bersih tanpa campur tangan kepentingan akan menemukan bahwa baik Sayidina Abu Bakar maupun Sayidatuna Fatimah telah melakukan hal yang memang patut dilakukan oleh mereka, Sayidatuna Fatimah yang belum mengetahui bahwa para nabi tidak mewarisi, menuntut haknya dari fadak untuk dikelola seperti Rasulullah mengelolanya, sedangkan Abu Bakar yang telah mengetahui hal ini dengan hormat menolak permintaan ini, oleh karena itu Imam Zaid bin ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib pernah berkata :

أما أنا فلو كنت مكان أبي بكر رضي الله عنه لحكمت بمثل ما حكم به أبو بكر رضي الله عنه في فدك

Jika aku berada di posisi Abu Bakar ra tentu aku akan memutuskan dalam masalah fadak seperti apa yang diputuskan Abu Bakar ra ” (HR Baihaqi) (9)

Lanjutkan baca                                                                                                         Kembali
 

Sample text

Sample Text

Sample Text